Pernahkan
anda mengunjungi sebuah rumah untuk pertama kalinya dan tiba-tiba
anda merasa familiar dengan rumah tersebut ? Atau pernahkah anda
berada dalam suatu peristiwa ketika tiba-tiba anda merasa bahwa anda
sudah mengalaminya walaupun anda tidak dapat mengingat kapan
terjadinya ? itulah deja vu, salah satu fenomena misterius dalam
kehidupan manusia.
"Om, saya merasakan bahwa saya pernah melakukan hal yang sama, gerakan yang sama dan lain- lain"
Suatu hari, kalimat di atas masuk ke kotak komentar di blog ini.
Walaupun kalimat itu terdengar menakutkan dan misterius, tapi untuk
kasus ini sepertinya saya punya jawabannya. Inilah yang disebut deja vu.
Banyak dari kita yang sudah pernah mendengar kata ini, tapi mungkin hanya sedikit yang mengetahui artinya.
Definisi Deja Vu
Deja vu berasal dari kata Perancis yang berarti "telah melihat". Kata ini mempunyai beberapa turunan dan variasi seperti deja vecu (telah mengalami), deja senti (telah memikirkan) dan deja visite
(telah mengunjungi). Nama Deja Vu ini pertama kali digunakan oleh
seorang ilmuwan Perancis bernama Emile Boirac yang mempelajari fenomena
ini tahun pada 1876.
Selain deja vu, ada lagi kata Perancis yang merupakan lawan dari deja vu, yaitu Jamais Vu, yang artinya "tidak pernah melihat".
Fenomena ini muncul ketika seseorang untuk sementara waktu tidak
dapat mengingat atau mengenali peristiwa atau orang yang sudah pernah
dikenal sebelumnya. Saya rasa sebagian dari kalian juga sering
mengalaminya.
Sebelum kita melihat mengenai deja vu, pertama, kita perlu mengetahui apa yang disebut dengan "Recognition Memory", atau memori pengenal.
Recognition Memory
Recognition
Memory adalah sebuah jenis memori yang menyebabkan kita menyadari
bahwa apa yang kita alami sekarang sebenarnya sudah pernah kita alami
sebelumnya.
Otak kita berfluktuasi antara dua jenis Recognition Memory, yaitu Recollection dan Familiarity.
Kita menyebut sebuah ingatan sebagai Recollection (pengumpulan
kembali) jika kita bisa menyebutkan dengan tepat seketika itu juga
kapan situasi yang kita alami pernah muncul sebelumnya. Contoh, jika
kita bertemu dengan seseorang di toko, maka dengan segera kita
menyadari bahwa kita sudah pernah melihatnya sebelumnya di bus.
Sedangkan ingatan yang disebut Familiarity muncul ketika kita tidak
bisa menyebut dengan pasti kapan kita melihat pria tersebut. Deja Vu adalah contoh Familiarity.
Selama
terjadi Deja Vu, kita mengenali situasi yang sedang kita hadapi,
namun kita tidak tahu dimana dan kapan kita pernah menghadapinya
sebelumnya.
Percaya atau tidak, 60 sampai 70 persen manusia di bumi ini paling
tidak pernah mengalami deja vu minimal sekali, apakah itu berupa
pandangan, suara, rasa atau bau. Jadi, jika anda sering mengalami deja
vu, jelas anda tidak sendirian di dunia ini.
Teori-Teori Deja Vu
Walaupun Emile Boirac sudah meneliti fenomena ini sejak tahun 1876,
namun ia tidak pernah secara tuntas menyelesaikan penelitiannya.
Karena itu, banyak peneliti telah mencoba untuk memahami fenomena ini
sehingga akhirnya kita mendapatkan Paling tidak 40 teori yang
berbeda mengenai deja vu, mulai dari peristiwa paranormal hingga
gangguan syaraf.
Pada tulisan ini, tidak mungkin saya membahas 40 teori tersebut satu
persatu. Jadi saya akan memilih beberapa teori yang saya anggap perlu
diketahui. Pertama, saya akan mulai dari teori psikolog legendaris, Sigmund Freud. Tapi sebelum itu, saya ingin menunjukkan kepada kalian sebuah gambar yang sangat terkenal. Ini dia :
Foto di atas adalah foto ilustrasi "Puncak gunung es"
yang terkenal. Para ahli "otak" sering menggunakan ilustrasi di atas
untuk menunjukkan seperti apa pikiran kita yang sebenarnya. Permukaan air adalah batas kesadaran kita. Pikiran Sadar kita adalah bongkahan yang muncul di atas permukaan laut. Sedangkan pikiran bawah sadar adalah bongkahan raksasa yang ada di dalam laut.
Menurut
mereka, sesungguhnya sebagian besar informasi yang kita terima
tersimpan di pikiran bawah sadar kita dan belum muncul ke permukaan.
Hanya sebagian kecil dari informasi yang kita terima benar-benar
kita ingat atau sadari. Prinsip ini adalah kunci penting untuk
memahami Deja Vu.
Gangguan akses memori
Sigmund Freud yang sering dijuluki sebagai bapak psikoanalisa pernah
meneliti mengenai fenomena ini dan ia percaya bahwa seseorang akan
mengalami Deja Vu ketika ia secara spontan teringat dengan sebuah
ingatan bawah sadar. Karena ingatan itu berada pada area bawah sadar,
isi ingatan tersebut tidak muncul karena dihalangi oleh pikiran sadar,
namun perasaan familiar tersebut bocor keluar.
Teori Freud ini terbukti menjadi landasan bagi teori-teori yang muncul berikutnya.
Namun sebelum saya membahas teori-teori yang lain, saya ingin
mengajak kalian untuk mengenal satu kata ini terlebih dahulu, yaitu "Subliminal". Subliminal berasal dari kata latin, yaitu "sub" dan "Limin atau Limen".
"Sub" berarti bawah, sedangkan "Limin" berarti ambang batas. Dalam
artian psikologi, subliminal berarti beroperasi dibawah sadar.
Lagi-lagi berhubungan dengan bawah sadar. Maksud saya memperkenalkan kata ini adalah untuk memahami teori di bawah ini.
Perhatian yang terpecah - teori ponsel
Seorang peneliti bernama Dr. Alan Brown pernah mengadakan eksperimen
yang diharapkan bisa menciptakan ulang proses deja vu. Dalam
percobaannya, ia dan rekannya Elizabeth Marsh memberikan sugesti subliminal kepada subjek penelitiannya.
Mereka menunjukkan sekumpulan foto yang menunjukkan lokasi-lokasi
yang berbeda kepada sekelompok pelajar dengan maksud bertanya kepada
mereka mana yang dianggap paling familiar bagi mereka. Dalam
percobaan ini, semua pelajar yang diuji belum pernah mengunjungi
lokasi-lokasi yang ada di foto tersebut.
Namun
sebelum mereka menunjukkan foto-foto itu, terlebih dahulu mereka
menayangkan sebagian foto itu di layar dengan kecepatan subliminal
sekitar 10 sampai 20 milidetik. Kecepatan itu cukup bagi otak manusia
untuk menyimpan informasi itu di bawah sadar, namun tidak cukup bagi
para pelajar itu untuk menyadari dan menaruh perhatian padanya.
Dalam percobaan ini terbukti bahwa lokasi-lokasi pada foto-foto yang
sudah ditayangkan dengan kecepatan subliminal dianggap paling
familiar bagi para pelajar itu.
Eksperimen serupa pernah diadakan oleh Larry Jacobi dan Kevin
Whitehouse dari Washington University. Bedanya, mereka menggunakan
sekumpulan kata-kata, bukan foto. Namun hasil yang didapat sama dengan
eksperimen Dr. Alan Brown.
Berdasarkan pada hasil eksperimennya, Dr. Alan Brown kemudian mengajukan sebuah teori yang disebut sebagai teori ponsel (atau perhatian yang terpecah).
Teori
ini mengatakan bahwa ketika perhatian kita terpecah, maka, secara
subliminal, otak kita akan menyimpan informasi mengenai kondisi di
sekeliling kita namun tidak benar-benar menyadarinya. Ketika perhatian
kita mulai fokus kembali, maka segala informasi mengenai sekeliling
kita yang tersimpan secara subliminal akan "terpanggil" keluar
sehingga kita merasa lebih familiar. Ini sama seperti bongkahan es di
bawah permukaan air yang naik ke atas permukaan.
Contoh, jika kita memasuki sebuah rumah sambil ngobrol dengan orang
lain, maka perhatian kita tidak akan terpaku kepada kondisi rumah itu,
namun otak kita telah menyimpan informasi itu secara subliminal di
bawah sadar. Ketika kita selesai ngobrol, pikiran kita mulai fokus dan
informasi yang tersimpan di bawah sadar mulai muncul. Seketika itu
juga kita mulai merasa familiar dengan rumah itu.
Jadi, berdasarkan teori ini, deja vu tidak berhubungan dengan kejadian di masa lalu yang telah berlangsung lama.
Memori dari sumber lain
Ada lagi teori yang lain. Teori ini percaya bahwa otak kita menyimpan
banyak memori yang datang dari berbagai aspek kehidupan kita,
seperti film yang kita tonton, gambar ataupun buku yang kita baca.
Informasi-informasi ini kita simpan tanpa kita sadari. Sejalan dengan
lewatnya waktu, maka ketika kita mengalami peristiwa yang mirip dengan
informasi yang pernah kita simpan, maka memori yang tersimpan di
bawah sadar kita akan bangkit kembali.
Contoh, sewaktu kecil, mungkin kita pernah menonton sebuah film yang
memiliki adegan di sebuah tugu atau monumen. Ketika dewasa, kita
mengunjungi tugu ini dan tiba-tiba kita merasa familiar walaupun kita
tidak ingat dengan film tersebut.
Teori ini mirip dengan teori ponsel, tapi teori ini setuju bahwa deja
vu berhubungan dengan kejadian yang telah berlangsung lama di masa
lampau.
Teori Pemrosesan Ganda (visi yang tertunda)
Dalam banyak hal, teori-teori mengenai penyebab Deja Vu tidak
berbeda jauh dari yang diajukan oleh Sigmund Freud. Namun seorang
peneliti bernama Robert Efron
berusaha melihat lebih jauh kedalam mekanisme otak, bukan sekedar
pikiran sadar atau tidak sadar. Walaupun sangat teknikal, teori yang
diajukannya dianggap sebagai salah satu teori Deja Vu terbaik yang
pernah ada.
Teori Efron ini berhubungan dengan bagaimana cara otak kita
menyimpan memori jangka panjang dan jangka pendek. Ia menguji teori
ini pada tahun 1963 di rumah sakit Veteran Boston. Menurutnya, respon syaraf yang terlambat dapat menyebabkan deja vu. Hal ini disebabkan karena Informasi yang masuk ke pusat pemrosesan di otak melewati lebih dari satu jalur.
Efron menemukan bahwa Lobus Temporal
dari otak bagian kiri bertanggung jawab untuk mensortir informasi
yang masuk. ia juga menemukan bahwa Lobus Temporal ini menerima
informasi yang masuk dua kali dengan sedikit delay antara dua
transmisi tersebut.
Informasi
yang masuk pertama kali langsung menuju Lobus Temporal, sedangkan
yang kedua kali mengambil jalan berputar melewati otak sebelah kanan
terlebih dahulu.
Jika delay yang terjadi sedikit lebih lama dari biasanya, maka otak
akan memberikan catatan waktu yang salah atas informasi tersebut
dengan menganggap informasi tersebut sebagai memori masa lalu.
Deja Vu - Sepertinya saya pernah menulis ini.
Tidak, saya cuma bercanda. Ini pertama kalinya saya menulis mengenai
Deja Vu. Walaupun tidak menakutkan seperti fenomena Doppelganger yang
juga sering dihubungkan dengan aktifitas otak, Deja Vu tetap
dianggap sebagai fenomena yang luar biasa misteriusnya.
Tapi jika kalian bertanya mengenai pendapat saya, maka saya rasa Sigmund Freud telah memecahkan misterinya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !