Pernakah teman-teman mendengar nama Panglima Burung??? Panglima
Burung adalah panglima perang dari suku Dayak konon katanya merupakan tokoh masyarakat Dayak yang telah tiada, namun
rohnya dapat diajak berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita yang
menyebutkan ia adalah penjelmaan dari Burung Enggang, burung yang
dianggap keramat dan suci di Kalimantan.
Dalam
masyarakat Dayak, dipercaya ada suatu makhluk yang disebut-sebut sangat
Agung, Sakti, Ksatria, dan Berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni
gunung di pedalaman Kalimantan, dan sosok tersebut selalu bersinggungan
dengan alam gaib. Kemudian sosok yang sangat di dewakan tersebut oleh
orang dayak dianggap sebagai Pemimpin spiritual, panglima perang, guru,
dan tetua yang diagungkan. Ialah panglima perang Dayak, Panglima Burung,
yang disebut Pangkalima oleh orang Dayak pedalaman.
Ada banyak sekali versi cerita mengenai
sosok ini, terutama setelah namanya mencuat saat kerusuhan Sambas dan
Sampit. Ada yang menyebutkan ia telah hidup selama beratus-ratus tahun
dan tinggal di perbatasan antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Ada pula kabar tentang Panglima Burung yang berwujud gaib dan bisa
berbentuk laki-laki atau perempuan.
Ada juga versi yang menceritakan
bahwa Panglima Burung adalah gelar yang diberikan kepada seorang
Panglima di tanah Meliau, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kehidupan
sehari-hari panglima ini seperti orang biasa, tapi mereka tidak
menikah. Dan sosok panglimanya akan hadir jika terjadi kekacauan di
tanah Dayak. Begitu juga dengan Panglima Naga. Panglima Naga adalah
warga Nanga Mahap, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Panglima Naga
sudah berpulang, namun beliau memiliki keponakan dan keluarga. Salah
satu Keponakan Panglima Naga adalah anggota Dewan Kabupaten Sekadau
2004-2009. Jadi Panglima Burung atau pun Panglima Naga adalah sosok yang
benar-benar ada. Begitu menurut salah satu versi yang di ceritakan.
Banyak sekali isu dan cerita yang
beredar, namun ada satu versi yang menurut saya sangat pas menggambarkan
apa dan siapa itu Penglima Burung. Ia adalah sosok yang menggambarkan
orang Dayak secara umum. Panglima Burung adalah perlambang orang Dayak.
Baik itu sifatnya, tindak-tanduknya, dan segala sesuatu tentang dirinya.
Lalu bagaimanakah seorang Panglima Burung itu, bagaimana ia bisa melambangkan orang Dayak? Selain dan kebal, Panglima Burung
juga adalah sosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat
keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang Dayak yang juga ramah dan
penyabar, bahkan kadang pemalu. Cukup sulit untuk membujuk orang Dayak
pedalaman agar mau difoto, kadang harus menyuguhkan imbalan berupa rokok
kretek.
Dan kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang Dayak sebagai
orang yang kejam, ganas, dan beringas. Dalam kehidupan bermasyarakat,
orang Dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap menerima para pendatang
dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan warisan nenek moyang
baik religi maupun ritual. Seperti Penglima Burung yang
bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman, masyarakat Dayak pun
banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang emas memasuki
daerah mereka. Meskipun tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah
ada konflik ketika ada anggota masyarakatnya yang beralih ke agama-agama
yang dibawa oleh para pendatang.
Kesederhanaan pun identik dengan sosok Panglima Burung.
Walaupun sosok yang diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana
atau bangunan yang mewah. Ia bersembunyi dan bertapa di gunung dan
menyatu dengan alam. Masyarakat Dayak pedalaman pun tidak pernah
peduli dengan nilai nominal uang. Para pendatang bisa dengan mudah
berbarter barang seperti kopi, garam, atau rokok dengan mereka.
Panglima Burung diceritakan jarang
menampakkan dirinya, karena sifatnya yang tidak suka pamer kekuatan.
Begitupun orang Dayak, yang tidak sembarangan masuk ke kota sambil
membawa mandau, sumpit, atau panah. Senjata-senjata tersebut pada
umumnya digunakan untuk berburu di hutan, dan mandau tidak dilepaskan
dari kumpang (sarung) jika tak ada perihal yang penting atau mendesak.
Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang Dayak yang santer dibicarakan dan ditakuti itu? Ada satu perkara Panglima Burung turun gunung, yaitu ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis. Panglima burung memang
sosok yang sangat penyabar, namun jika batas kesabaran sudah melewati
batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi seorang
pemurka. Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai orang
Dayak yang ramah, pemalu, dan penyabar, namun akan berubah menjadi
sangat ganas dan kejam jika sudah kesabarannya sudah habis.
Panglima Burung yang murka akan segera turun gunung dan mengumpulkan pasukannya. Ritual–yang
di Kalimankan Barat dinamakan Mangkuk Merah–dilakukan untuk
mengumpulkan prajurit Dayak dari saentero Kalimantan. Tarian-tarian
perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat di pinggang. Mereka yang
tadinya orang-orang yang sangat baik akan terlihat menyeramkan.
Senyum di wajahnya menghilang, digantikan tatapan mata ganas yang
seperti terhipnotis. Mereka siap berperang, mengayau–memenggal dan
membawa kepala musuh. Inilah yang terjadi di kota Sampit beberapa tahun
silam, ketika pemenggalan kepala terjadi di mana-mana hampir di tiap
sudut kota.
Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, Penglima Burung sebagaimana
halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan aturan yang
mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah–agama
manapun–dengan merusaknya atau membunuh di dalamnya. Karena kekerasan
dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi terakhir, saat
kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh, itu dalam
sudut pandang mereka. Pembunuhan, dan kegiatan mengayau, dalam hati
kecil mereka itu tak boleh dilakukan, tetapi karena didesak ke pilihan
terakhir dan untuk mengubah apa yang menurut mereka salah, itu memang
harus dilakukan. Inilah budaya kekerasan yang sebenarnya patut ditakuti
itu.
Kemisteriusan memang sangat identik dengan orang Dayak.
Stereotipe ganas dan kejam pun masih melekat. Memang tidak semuanya
baik, karena ada banyak juga kekurangannya dan kesalahannya. Terlebih
lagi kekerasan, yang apapun bentuk dan alasannya, tetap saja tidak dapat
dibenarkan. Terlepas dari segala macam legenda dan mitos, atau nyata tidaknya tokoh tersebut, Panglima Burung bagi saya merupakan sosok perlambang sejati orang Dayak.
Amun ikam kada maulah sual awan ulun, ulun gen kada handak jua bahual lawan pian malah ulun maangkat dingsanak awan pian, begitu yang diucapkan orang Kalimantan khususnya orang Banjar untuk menggambarkan sikap dari orang-orang Dayak.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !