Headlines News :
 photo 37d38ae0-5ad5-4410-8276-1b3ff30e6fda_zpsb7fbf1bb.jpg
Home » , » Sejarah Sumpah Pocong

Sejarah Sumpah Pocong

Written By resthi wul@nd@ri on Kamis, 09 Agustus 2012 | 22.40



Sumpah pocong bukan berarti kita bersumpah dengan Pocongan. Bukan! sumpah pocong juga bukan berarti bersumpah dengan dandanan ala Pocong dan dilaksanakan di areal pekuburan, tempat angker, atau tempat wingit dan semacamnya. Ngawur!

Di namakan sumpah pocong karena pihak bersumpah biasanya dibalut dengan kain kafan dengan posisi tidur atau juga dengan posisi duduk dengan muka tetap dibiarkan terbuka layaknya memperlakukan mayat. Dari sinilah kata Pocong itu bermula. Namun tidak semua sumpah pocong membalutkan kain kafan ke seluruh tubuh kecuali muka, ada sumpah pocong yang hanya mendudukan pihak yang bersumpah dan dikerudungi dengan kain kafan. Dan biasanya sumpah pocong dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan pelaksanaannya di dalam masjid dengan sejumlah saksi.

Diyakini bila pihak bersumpah (biasanya yang menjadi tersangka) berdusta dengan sumpahnya maka akan mendapat hukuman dari Allah SWT. Entah itu mendapat penyakit, kecelakaan atau mati mendadak… wa allahu’alam. Tetapi sebaliknya bila tidak terbukti semua tuduhan yang ditimpakan kepada yang bersumpah, insya Allah tidak akan terjadi apa-apa padanya.

Sumpah pocong yang konon merupakan tradisi masyarakat pedesaan adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang dengan kondisi terbalut kain kafan layaknya orang yang telah meninggal.

Sumpah ini tak jarang dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk.

Sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (mesjid). Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini merupakan tradisi lokal yang masih kental menerapkan norma-norma adat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama sekali.

Di dalam sistem pengadilan Indonesia, sumpah ini dikenal sebagai sumpah mimbar dan merupakan salah satu pembuktian yang dijalankan oleh pengadilan dalam memeriksa perkara-perkara perdata, walaupun bentuk sumpah pocong sendiri tidak diatur dalam peraturan Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata. Sumpah mimbar lahir karena adanya perselisihan antara seseorang sebagai penggugat melawan orang lain sebagai tergugat, biasanya berupa perebutan harta warisan, hak-hak tanah, utang-piutang, dan sebagainya.

Dalam suatu kasus perdata ada beberapa tingkatan bukti yang layak diajukan, pertama adalah bukti surat dan kedua bukti saksi. Ada kalanya kedua belah pihak sulit menyediakan bukti-bukti tersebut, misalnya soal warisan, turun-temurunnya harta, atau utang-piutang yang dilakukan antara almarhum orang tua kedua belah pihak beberapa puluh tahun yang lalu. Bila hal ini terjadi maka bukti ketiga yang diajukan adalah bukti persangkaan yaitu dengan meneliti rentetan kejadian di masa lalu. Bukti ini agak rawan dilakukan. Bila ketiga macam bukti tersebut masih belum cukup bagi hakim untuk memutuskan suatu perkara maka dimintakan bukti keempat yaitu pengakuan. Mengingat letaknya yang paling akhir, sumpah pun menjadi alat satu-satunya untuk memutuskan sengketa tersebut. Jadi sumpah tersebut memberikan dampak langsung kepada pemutusan yang dilakukan hakim.

Sumpah ada dua macam yaitu Sumpah Suppletoir dan Sumpah Decisoir. Sumpah Supletoir atau sumpah tambahan dilakukan apabila sudah ada bukti permulaan tapi belum bisa meyakinkan kebenaran fakta, karenanya perlu ditambah sumpah. Dalam keadaan tanpa bukti sama sekali, hakim akan memberikan sumpah decisoir atau sumpah pemutus yang sifatnya tuntas, menyelesaikan perkara. Dengan menggunakan alat sumpah decisoir, putusan hakim akan semata-mata tergantung kepada bunyi sumpah dan keberanian pengucap sumpah. Agar memperoleh kebenaran yang hakiki, karena keputusan berdasarkan semata-mata pada bunyi sumpah, maka sumpah itu dikaitkan dengan sumpah pocong. Sumpah pocong dilakukan untuk memberikan dorongan psikologis pada pengucap sumpah untuk tidak berdusta.


Sejarah Sumpah Pocong
Tidak ada yang tahu kapan pastinya sumpah pocong mulai menjadi tradisi pemeluk Islam di tanah air, khususnya di beberapa daerah di tanah Jawa. Namun bisa dipastikan sumpah pocong lahir dari tradisi kearifan lokal masyarakat setempat dalam memecahkan kasus atau sengketa yang tidak bisa diselesaikan lewat jalur atau ranah hukum formal, yaitu lewat persidangan.

Memang ada mas bro, kasus atau sengketa yang tidak bisa dibuktikan lewat persidangan formal? Ada donk…..semisal santet, tenung, sihir, nujum. Kasus santet dan sejenisnya memang ada, namun tidak bisa dibuktikan siapa pelakunya. Satu-satunya cara pembuktian tentunya dengan Sumpah Pocong kepada orang yang diduga sebagai pelakunya.

Kasus sumpah pocong biasanya sering terjadi kepada mereka-mereka yang dituduh sebagai dukun hitam, pelaku pesugihan dan orang-orang yang dituduh berbohong dalam wasiat harta warisan atau hutang piutang tanpa bukti tertulis.

Sumpah pocong diyakini berasal dari daerah Pendalungan. Pendulungan adalah sebutan untuk wilayah Jember. Selama ini Pendalungan terkenal sebagai kota santri yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan mendudukkan Kiai sebagai tokoh panutan setempat. Di mana Kiai sering dijadikan rujukan dalam menyelesaikan konflik karena ketinggian ilmu agamanya yang di atas rata-rata. Pun dengan sumpah pocong, Kiai lah yang ditunjuk sebagai hakimnya.

Sumpah Pocong dalam Kacamata Islam
Islam awal yaitu era di mana Nabi Muhammad SAW masih hidup tidak mengenal adanya sumpah pocong dan beliau tidak pernah mengajarkan tata cara sumpah yang seperti tersebut di atas. Dalam Islam tidak ada yang namanya sumpah pocong namun Mubahalah.

Apa itu Mubahalah?

”Siapa yang membantahmu tentang kisah ‘Isa sesudah datang ilmu, maka katakanlah: “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS Al Imran : 61)
Dalam surat di atas demikianlah tantangan mubahalah itu dilontarkan kepada pemuka-pemuka Nasrani dari Najran oleh Muhammad perihal persangkaan mereka mengenai perkara Isa AS.

Mubahalah tidak dilakukan sendirian, namun mengajak serta keluarganya, baik istri dan anak-anaknya dan saling memohon kepada Allah untuk menurunkan laknat-NYA bagi siapa yang berkata dusta dengan sumpahnya di antara mereka. Harap diingat dalam hal ini bukan dimaksud dengan saling menghujat dalam doa atau mendoakan hukuman dan laknat kepada masing-masing pihak, namun memohon secara bersama-sama dan bersungguh-sungguh untuk menjatuhkan hukuman-NYA kepada mereka yang zhalim di antara yang ber-mubahalah.

Dari penjelasan di atas antara sumpah pocong dan Mubahalah jelas ada perbedaan meskipun sama-sama bertujuan untuk mencari siapa yang benar atau yang salah dan mengharapkan laknat Tuhan bagi sang pendusta.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

fb




 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. misterisemenit - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template