Headlines News :
 photo 37d38ae0-5ad5-4410-8276-1b3ff30e6fda_zpsb7fbf1bb.jpg
Home » » Sepenggal Misteri " Mangkok Merah " Suku Dayak

Sepenggal Misteri " Mangkok Merah " Suku Dayak

Written By resthi wul@nd@ri on Selasa, 07 Agustus 2012 | 11.19

Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.

Tradisi mangkuk merah dilaksanakan jika kedaulatan kelompok terancam atau berada dalam keadaan bahaya besar. Panglima suku biasanya memberikan isyarat siaga perang dengan cara mengeluarkan mangkuk merah. Mangkuk ini terbuat dari tanah liat dan berisi arang, daun juang, bulu ayam dan darah babi, diedarkan dari kampung ke kampung dengan kecepatan yang mengagumkan.


Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. panglima yang dipercaya mempunyai kekuatan supranatural luar biasa - seperti bisa terbang, kebal peluru, kebal senjata tajam - memimpin upacara adat. Maksudnya, mencari tahu kapan waktu yang tepat untuk berperang, sekaligus meminta restu dari roh para leluhur. Roh leluhur diyakini akan merasuk kedalam tubuh si panglima. Jika si panglima ber-tariu (menyatakan perang), khalayak yang mendengarnya akan mempunyai kekuatan lebih seperti dia. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.

Mereka yang sudah dirasuki roh leluhur akan menjadi manusia dan bukan sehingga mampu melakukan hal-hal yang luar biasa sampai berani memakan darah dan hati korban yang dibunuh. Kepala korban dikuliti dan disimpan untuk keperluan upacara adat. Dengan berbuat begitu, dipercaya akan menambah kekuatan magis pada diri yang menjalaninya. Hal yang seperti ini hanya muncul dalam suasana perang. Isi mangkuk merah memiliki arti tersendiri. Arang yang terdapat dalam mangkuk itu merupakan perlambang dari atau isyarat tentang keadaan darurat perang. Daun juang menandakan, biarpun malam, hujan, menyeberangi sungai, melewati gunung dan rintangan apapun, mangkuk merah ini harus diedarkan terus dari kampung ke kampung. Bulu ayam berarti, mangkuk merah harus disampaikan secepat mungkin.
 

Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan kain merah.

Adapun, si pembawa mangkuk biasanya ditunjuk langsung oleh panglima. Mangkuk merah ini menjadi sarana mobilisasi massa yang sangat efektif dan cepat. Kabarnya dalam 1-2 hari mangkuk tadi bisa beredar sampai radius 200-300 km. Menurut cerita para tetua Dayak, mangkuk merah beredar pertama kali ketika perang melawan penjajahan Jepang dulu. Pernah juga mangkuk merah keluar di tahun 1967, saat terjadi bentrokan antara suku Dayak dengan warga keturunan Cina. Setelah itu, tak pernah terdengar lagi mangkuk keramat itu beredar. Dalam kejadian 30 Desember 1996 atau (konflik tahap I) di Sanggau Ledo, warga Dayak menuntut janji etnis Madura, seperti yang dimonumenkan di Salamantan tahun 1979, bahwa mereka tidak akan mengganggu orang Dayak lagi. Karena merasa terancam, perjanjian dan adat dilecehkan serta tidak mampu melawan, mangkuk merahpun beredar.

Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar ketika perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun 1967. pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi lebih banyak muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia.

Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan “Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan “Ancak atau Kalangkang” ).

Terimakasih Semoga Bermanfaat.....................


 

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

fb




 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. misterisemenit - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template